Senin, 14 Juli 2008

Kick Andy di Unhas: Cerita Tentang Cairan Infus Kedaluarsa


http://www.tribun-timur.com/viewrss.php?id=87757
Cerita Tentang Cairan Infus Kedaluarsa
Kick Andy Off Air (3)
 
NAMA lengkapnya Hajjah Andi Rabiah. Tapi sejak pengabdiannya menolong pasien dari satu pulau ke pulau lain dengan sarana transportasinya berupa perahu tradisional diabadikan dalam film berjudul Suster Apung yang kemudian memenangkan lomba film dokumenter Eagle Award Metro TV 2006 lalu, ia pun kini lebih dikenal sebagai Suster Apung.
Sesungguhnya wanita kurus berjilbab itu hanyalah suster biasa. Tapi karena medan kerjanya yang tak biasa, ibu empat anak yang telah berusia setengah abad itu pun terbentuk oleh alam menjadi seorang suster yang luarbiasa.
 
Sekitar 30 tahun mengabdi sebagai perawat, ia kadang dituntut layaknya bidan yang harus bisa membantu setiap penduduk di pulau melahirkan. Juga kadang dituntut seperti seorang dokter yang melayani pasien sakit.
"Sebagai perawat, saya sebenarnya bisa kena malapraktik," ungkapnya jujur pada acara Kick Andy Off Air "Indahnya Berbagi" yang digelar Metro TV di Baruga AP Pettarani, Universitas Hasanuddin, Tamalanrea, Jumat (11/7) lalu.
Suatu hari, akibat keterbatasan obat-obatan Rabiah terpaksa memberikan cairan infus yang kedaluarsa sudah lima tahun kepada seorang penduduk yang sedang sekarat.
"Tapi, alhamdulilah orang itu masih hidup sampai sekarang," ujarnya yang disambut tawa dan aplaus dari penonton yang menyaksikan acara itu. Termasuk Rektor Universitas Hasanuddin Prof Dr Idrus Paturusi SpBO yang juga guru besar kedokteran ini.
Rabiah dengan jujur mengaku hal itu ia lakukan karena di daerah ia bekerja, tak ada bidan. Apalagi dokter. Umumnya bidan dan dokter lebih memilih bekerja di kota atau daerah yang dekat kota. Sangat jarang ada yang rela mengabdi di pulau terpencil. Apalagi jika di pulau itu tak ada listrik.
Rabiah selama ini bekerja di Puskesmas Liukang Tangaya di Pulau Sapuka, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Wilayah ini hingga kini belum dilayani penerangan dari PLN. Kalau naik perahu motor dari Pelabuhan Paotere, Makassar, menuju tempat kerja Suster Apung, lama perjalanan laut paling cepat 24 jam.
Itu pun jika dalam perjalanan tak ada gangguan atau ombak normal. Wilayah kerja Rabiah memang meliputi satu kelurahan ditambah empat desa. Tapi satu kelurahan dan empat desa yang dilayani itu tersebar di 25 pulau di perbatasan antara Laut Flores, Laut Jawa, dan Selat Makassar.
Dalam melayani pasien, Rabiah harus mengarungi lautan luas dan ombak tinggi menuju pulau yang satu ke pulau yang lain. Jarak antarpulau ditempuh minimal tiga jam dan terjauh kadang. Bahkan tak jarang, ia harus berada di laut sehari semalam untuk bisa tiba di pulau di mana pasien membutuhkan pelayanannya.
Hal yang mengesankan, suster ini berani bertaruh mati di tengah deru ombak dan angin kencang yang menerpanya, demi tergenapi harapan bahwa pasien di ujung pulau sana dapat segera sehat dengan obat-obatan yang d ikantunginya.
Padahal selama hampir 30 tahun mengabdi sebagai suster, baru setahun lalu ia mendapat SK sebagai pegawai negeri sipil dari Pemerintah Kabupaten Pangkep. Suatu dedikasi yang masih sangat tulus dan mahal.

--
Tribun Timur,
Surat Kabar Terbesar di Makassar
http://www.tribun-timur.com

FORUM DISKUSI PEMBACA TRIBUN TIMUR
tribun.freeforums.org

Usefull Links:

http://jurnalisme-makassar.blogspot.com
http://jurnalisme-tv.blogspot.com
http://jurnalisme-radio.blogspot.com
http://jurnalisme-blog.blogspot.com
http://makassar-updating.blogspot.com
http://makassar-bugis.blogspot.com

Tidak ada komentar: