Jumat, 14 Maret 2008

Murduch Masuk ANTV, Masuk Mendekati Kekuasaan?

http://www.anindyabakrie.biz/index.php?option=com_content&task=view&id=236&Itemid=2

Home arrow Archive arrow PT Cakrawala Andalas Televisi: "Super Deal" yang Menyelamatkan ANTV
PT Cakrawala Andalas Televisi: "Super Deal" yang Menyelamatkan ANTV
Friday, 19 January 2007
Sejak Rupert Murdoch membeli 20% saham ANTV, perubahan mencolok terlihat di televisi itu. Rating dan share-nya meningkat.

Selasa (7/11) siang itu wajah Anindya Bakrie berseri-seri. Di kantornya di Wisma Bakrie, Jl. Rasuna Said, Jakarta—tampak agak berantakan, spanduk Esia menggantung di belakang meja kerjanya—memakai kemeja batik berwarna cerah, dengan ringan dirut ANTV ini bertutur soal proses negosiasi masuknya Star TV ke stasiun TV-nya. Katanya, prosesnya cuma memakan waktu enam bulan. Lalu, tambahnya lagi, ia hanya membutuhkan waktu satu jam untuk meyakinkan para petinggi Star TV, termasuk Rupert Murdoch dan putra tertuanya, Lachlan Keith Murdoch, 35 tahun.

Keluarga Bakrie jelas gembira. Rupert Murdoch bersedia membeli 20% saham ANTV. Anin, sapaan Anindya, berharap masuknya taipan media itu bisa membalik nasib ANTV yang selama empat tahun belakangan nyaris bangkrut dan hampir bubar. Kala  itu utang PT Cakrawala Andalas Televisi, perusahaan pemilik ANTV, mencapai Rp1,4 triliun. Rinciannya, utang obligasi dolar ke kreditur asing dan bank Rp1,2 triliun, dan sisanya utang ke mitra dagang. Padahal, tegas Anin, "Kami harus mempertahankan ANTV, apa pun yang terjadi." Ia melihat ANTV sebagai stasiun TV swasta nasional yang memiliki heritage.

Sebelum mengundang Murdoch, Anin menyiapkan beberapa langkah. Pertama, Juli 2002, manajemen ANTV menawarkan proposal "perdamaian" kepada 300 kreditur dalam sidang di Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat. Setelah melalui proses negosiasi, hampir seluruh kreditur menyetujui konversi utang menjadi kepemilikan saham. Sementara itu, pelunasan utang dagang boleh dicicil selama lima tahun. Konsekuensinya, jatah saham PT Bakrie Investindo dan PT Capital Management Asia (CMA) Indonesia kian mengecil.

Merujuk akta Perubahan Anggaran Dasar PT Cakrawala Andalas Televisi yang dirilis pada 2004, saham Bakrie Investindo tinggal 20,8%. Padahal, sebelumnya mereka memiliki 60% saham. Adapun saham CMA, dari 40% menjadi tinggal 6,6%. Sisanya dimiliki oleh PT Satria Cita Perkasa (49,6%), PT Kencana Cita Kusuma (7,8%), dan PT Bune Era Mandiri (5,8%). Sementara Nirwan Dermawan Bakrie, paman Anin, memiliki 9,4% saham. Konversi itu membuat ANTV bebas dari jerat utang. Lega.

Meski tak lagi memiliki saham mayoritas, CMA tetap diminta mengelola ANTV. Dan, CMA sepakat untuk terus mengucurkan modal kerja guna menyelamatkan stasiun TV itu. Sejatinya, CMA adalah perusahaan fund management bentukan pemilik utang yang menyetujui konversi tersebut. Di CMA, Anin menjabat  sebagai direktur utama.

Lalu, klimaksnya pada 30 September 2005, ketika Anin mengumumkan pembelian 20% saham ANTV oleh Star TV. Angka 20% ini batas maksimal kepemilikan asing yang ditetapkan oleh UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. Momen ini juga menandai kali pertama investor asing masuk ke ranah pertelevisian nasional.  "Ini merupakan investasi bersama," kata Anin, ketika itu. Pria kelahiran 10 November 1974 ini mengungkapkan saham yang dibeli Murdoch adalah saham baru. Dana segar dari Murdoch langsung masuk ke cash flow perusahaan, bukan ke kantong pemegang saham.

Metamorfosis 1-2-3
Meski hanya menguasai 20% saham, pengaruh Star TV sangat besar. Ini tercermin dari logo ANTV yang berubah sampai ketiga kalinya. Kali ini, di sana terpampang logo bintang—ikon Star TV—di sisi kiri tulisan ANTV. "Pertimbangan kami menyertakan logo Star TV sangat pragmatis. Itu cukup menjual," ucap pria yang sempat bekerja sebagai analis keuangan dan investment banking di Salomon Brothers (kini Salomon Smith Barney) ini.

Secara kasat mata, selain berganti logo, penampilan dan content program juga berubah. "Star TV tak hanya menyuntikkan modal buat ANTV, tetapi juga tenaga ahlinya," papar Anin. Reputasi Murdoch di jagat pertelevisian global membuat lulusan Northwest¬ern University, Illinois, AS, ini berharap terjadi alih pengetahuan dan teknologi, sehingga kelak stasiun TV-nya bisa berkelas  internasional.

Dari sisi berita, Murdoch diakui dunia lewat Fox News Channel—yang bahkan mampu mengalahkan dominasi CNN milik Ted Turner. Untuk meningkatkan kualitas pemberitaan ANTV, mereka menggaet Karni Ilyas, mantan orang nomor satu di Liputan 6 SCTV, menjadi direktur pemberitaan. Melengkapi divisi pemberitaannya, Karni memboyong presenter terkenal seperti Valerina Daniel dari Metro TV, serta Grace Natalie dan Indy Rahmawati dari SCTV. "Mutu beritanya membaik. Kini Topik menjadi lebih tajam dan independen dari sebelumnya," puji Andreas Harsono, ketua Yayasan Pantau. Hanya saja Andreas mengeluh, berita mengenai Lapindo jarang muncul di stasiun TV ini.

Untuk entertainment, ANTV banyak mengadopsi program dari Star TV. Maka, lahirlah kuis berhadiah miliaran, seperti Super Rejeki 1 Milyar, Super Deal 2 Milyar, dan Super Milyarder 3 Milyar. Sejak ditayangkan perdana 30 April lalu, kuis Super Deal 2 Milyar mendongkrak rating dan share ANTV. Menurut data ACNielsen, kuis ini sempat mengoleksi rating 3,9 dan share penonton dari sembilan kota sempat mencapai 11,2% untuk periode Mei 2006. "Rating dan share sebesar itu membuat program ini berada di tempat teratas di antara program-program kami lainnya," tutur Wahju Hardjanti, sang produser.

Sebelum bermetamorfosis, kebanyakan program ANTV hanya menem¬pati rating 1-2. Sementara itu, share yang didapat kali ini enam kali lipat ketimbang tahun 2002. Namun, untuk urusan penerima spot iklan terbanyak, menurut Nielsen Media Research yang dirilis awal Desember lalu, ANTV masih berada di urutan dua dari bawah, tepat di atas TVRI. "Kami ingin menjadi stasiun TV yang tak jauh dari peringkat 1, 2, atau 3. Kalau tidak, untuk apa harus capek-capek?" begitu target Anin.

Politis Berbalut Bisnis
Menurut Andreas Harsono, alasan sederhana seseorang mendirikan stasiun TV adalah menangguk untung, meski dalam visi-misi perusahaan selalu dibungkus idealisme tertentu. Nielsen Media Research mengungkapkan, televisi mengeruk Rp14,96 triliun, atau 68% dari total belanja iklan yang mencapai Rp22 triliun, pada tahun 2006. Sisanya dilahap surat kabar dan majalah, masing-masing 27% dan 5%.

Masuknya Murdoch ke ANTV sempat mengejutkan sejumlah pihak. Pasalnya, sebelum melabuhkan hati ke stasiun televisi yang mengudara pertama kali pada 28 Januari 1993 dengan nama ANTEVE ini, Murdoch sempat mendekati Trans TV dan TV7. Namun, kata sepakat tak pernah terlontar.

Menurut Ignatius Haryanto, pendiri Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), alasan Murdoch lebih memilih ANTV karena faktor kekuasaan dan politis. Kalau melihat jejak baron media asal Australia itu, dia memang selalu mendekati sumber kekuasaan. The New York Times pernah menulis aksi pria kelahiran 11 Maret 1931 ini selalu konsisten menggunakan hak publikasi untuk menyokong agenda politis tertentu.

"Dengan pribadi yang terbuka dan mudah bergaul, Murdoch memang bisa dekat dengan siapa pun, termasuk dengan sumber kekuasaan," ungkap Andreas Harsono, yang pernah bertemu Murdoch. Ia menyebut Murdoch dekat dengan politisi Australia, Inggris, dan AS. Setelah mendapat kewarganegaraan AS, ia menjadi aktivis Partai Republik dan akrab dengan Ronald Reagan hingga George W. Bush. Namun, Financial Times edisi 9 Mei 2006 memberitakan Murdoch justru menggelar acara pengumpulan dana kampanye Hillary Clinton, senator dari Partai Demokrat. Padahal, selama tahun 2000 silam, New York Post, salah satu penerbitan milik Murdoch, selalu mengkritisi kebijakan Bill Clinton, semasa ia menjadi presiden.

Disinyalir, Murdoch lebih memilih ANTV ketimbang Trans TV karena faktor Aburizal "Ical" Bakrie. Ical, yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, juga merupakan anggota Dewan Penasihat Partai Golkar—partai pemenang Pemilu 2004. Posisi Ical ini mempunyai nilai tambah di mata Murdoch. "Bisnis Murdoch selalu masuk lewat jalur politis," kata Andreas.

Jumlah penonton TV di Indonesia yang sekitar 200 juta orang—tertinggi ketiga di Asia, seperti ditulis Media Index Wave 2005—tentu menggiurkan pemodal. Murdoch, selain memiliki jaringan Star TV, merek dagang untuk kawasan Asia, dia menguasai sedikitnya 300 saluran TV, plus puluhan perusahaan film dan jaringan bioskop yang melayani tiga perempat penduduk bumi.

Menurut Ignatius Haryanto, dengan menguasai media, selain bisa menangguk keuntungan, pemilik modal bisa mempertahankan dominasinya baik dalam hal ekonomi, kekuasaan, maupun politis. Soal ini, Anin menjawab, "Masuk ke bisnis TV itu ada kepuasan tersendiri. Selain kami langsung bisa melayani masyarakat, dari sisi bisnis memang sangat menguntungkan," ungkap dia. Deal!

ARI WINDYANINGRUM, EVI RATNASARI, DAN HOUTMAND P. SARAGIH


--
Tribun Timur,
Surat Kabar Terbesar di Makassar
www.tribun-timur.com

Tidak ada komentar: