Jumat, 15 Februari 2008

Obrolan tentang TV Lokal, Originalitas sebagai Kekuatan

TV Lokal vs TV Nasional


http://onlysenja.ngeblog.net/2007/09/19/tv-lokal-vs-tv-nasional/
September 19, 2007 at 05:36 AM by senja
Entah mengapa, kantor saya didesain sedikit kedap suara dari bisingnya dunia luar. Alhasil deru motor dan mobil serta hujan, bahkan adzan tidak bisa terdengar. Kendati bisa melihat luruhnya matahari sore hari lewat kaca ruangan, namun tetap saja mendatangkan keraguan akankah sudah waktunya berbuka puasa..
Salah satu alternatifnya, kadang saya ngecek magrib via temen-teman yang ada di list YM. Atau yang paling mungkin adalah nyetel tv lokal Semarang untuk mengikuti beduk magrib…kegiatan nonton tv lokal Semarang inilah yang lantas menjadi aktifitas rutin saya (kami). Menjelang dan sesudah magrib, acara tv lokal itu kerap diisi dengan program-program features, misalnya buka puasa bersama di masjid Kauman, atau menelusuri masjid-masjid unik di Semarang dan Jateng. Ada juga acara serupa wisata kuliner, dan semacamnya…
Jujur sebelumnya saya jarang nonton tv Semarang. Kalau dah nyampe kantor, biasanya nonton Liga Indonesia (kalau pas jam dan harinya), atau liat berita di metro TV…
Dalam ilmu jurnalistik, ada istilah yang bernama proximity atau kedekatan. Jika dihubungkan dengan konteks berita (konsep berita ini berkembang seiring jaman dan jenis media massa-nya. Kedekatan diartikan sebagai sebuah hal atau peristiwa yang dekat dengan pembaca atau penontonnya akan lebih berharga atau menarik ketimbang peristiwa yang tidak punya kedekatan psikologis dengan penikmat program atau berita. Misal, kecelakaan di Palembang tentu dipandang sebagai berita yang menarik dan penting bagi penduduk Palembang ketimbang masyarakat Papua. Sebuah peristiwa yang besar, seperti tsunami di Aceh memang akan menjadi perhatian nasional, namun nilai kedekatannya tentu lebih mengena dengan masyarakat Sumatra—misalnya– ketimbang orang Madura. Dan banyak lagi contoh lainnya. Proximity kemudian berkembang menjadi rasa lokalitas yang kemudian menjadi sajian atau kekuatan utama media-media lokal. Untuk media cetak misalnya, isu-isu yang diangkat koran asli daerah itu seperti Suara Merdeka (Semarang) atau Pikiran Rakyat (Bandung) pasti lebih ke arah hal-hal yang ber-implikasi langsung dengan daerahnya. Akan sulit diterima jika headline Suara Merdeka melulu isu internasional padahal di Semarang sedang geger pembangunan jalan tol Semarang-Solo (misalnya). Suara Merdeka pasti akan lebih memilih mengangkat isu jalan tol (jika setelah dipilah pada hari itu, isu yang terpenting adalah jalan tol) dibandingkan dengan kecelakaan pesawat di India yang menelan ratusan korban jiwa.
Di media cetak, kekuatan "rasa" lokal menjadi koran daerah makin diminati dan lantas kedudukannya susah digeser oleh koran nasional. Ide ini kemudian diterjemahkan ke dalam sebuah kebijakan untuk membuat sisipan atau edisi daerah dalam setiap koran nasional. Misal, Kompas dan Sindo nasional ada sisipan untuk Jateng-DIY dan Jawa Pos dengan Radar-Radarnya. Grup-grup media besar membuat gurita media di semua daerah di Indonesia. Ini adalah –selain kepentingan bisnis—usaha untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat lokal….
Nah, strategi ini ditiru oleh TV…
Sayangnya, hingga kini langkah itu tidak sesukses media cetak.
Saya pribadi, ternyata setelah sering berbuka dengan pedoman bedug TV lokal Semarang, juga ternyata merasa kurang nyaman dengan sajian TV lokal. Padahal dari aspek kedekatan, apa yang mereka angkat seharusnya sangat akrab dengan keseharian orang Semarang.
Sebagai orang awam, saya merasa, ada gambar dan suasana yang tidak bisa ditampilkan oleh TV lokal. Baik dari segi yang paling minimal, seperti grafis, musik iringan, gaya hingga ke hal-hal yang substansi seperti ide cerita dan alur …
Oke, masalah pendapatan iklan memang kerap menjadi batu sandungan bagi mereka untuk tampil lebih indah dan tak kalah menarik dari pada tv swasta/nasional. Lantas apa ini tidak bisa dikoreksi. Pasti bisa. Nah sebenarnya kenapa ya programnya tidak semengkilap tv swasta???
Sudah 2 hari ini saya memikirkannya, dan ada beberapa kesimpulan yang saya anggap cukup mewakili kegusaran saya…
Sebenarnya menekan bugdet anggaran bukan hanya milik TV lokal, TV nasional dan swasta pun melakukan hal yang sama. Buktinya, banyak program in-house dari pada memakai hasil olahan production house luar. Nah, salah satu TV swasta yang kerap punya produksi/program in-house sukses dan kemudian lantas di tiru oleh TV lainnya adalah Trans TV. Stasiun inilah yang paling kaya dengan acara-acara features yang kemudian menjadi image TV. Sebut saja, Wisata Kuliner yang kini dijiplak terang-terangan oleh TV lainnya. Lalu ada Jelang Siang, acara yang menggabungkan kisah humanis, plus info sehari-hari. Gula-Gula, acara memasak—sesuai dengan namanya yakni makanan full manis– dengan latar belakang pemandangan asri tempat wisata. Lalu ada Koper dan Ransel, yang menampilkan tempat wisata sekaligus, akomodasinya. Koper adalah perjalanan wisata dengan fasilitas lux, sedangkan ransel diibaratkan sebagai perjalanan untuk turis yang hanya punya duit pas-pas-an. Ada pula acara Griya Unik, dan Good Morning. Semua acara ini idenya 90 persen original. Oke kita dapat 1 poin kesimpulan, yakni orisinilitas alias lain dari pada yang lain. TV lokal di Surabaya sudah ada yang berhasil, yakni JTV dengan program Pojok Kampung. Adalah acara berita yang disampaikan dengan bahasa Jawa khas Suroboyoan. Penyiarnya cakep-cakep, tapi tetap ngomong dengan bahasa khas ibukota Jatim yang terkenal cukup kasar dan kurang sopan. Misalnya, "Enek kecelakaan awan mau. Korbane matek langsung soale keplindes tur keseret truk nganti 500 meter…." hehehehe, lucu ya. Tapi konon acara ini cukup mencuri hati pemirsa setia JTV. Di Bandung, beberapa program yang mengangkat tema tentang tim Persib juga mulai menyaingi program TV swasta. Sekali lagi, originalitas dan lokalitas ternyata menjadi senjata ampuh untuk bersaing dengan TV nasional.
Lalu, cara pengambilan gambar dengan shoot-shoot yang close up dan berani. Membuat mata jadi nyaman. Lokasi atau tempat liputan boleh saja sangat biasa namun angle gambar cukup membantu untuk menampilkan hal yang biasa menjadi tampak lebih indah. Lalu narasi yang singkat, dan santai. Tak perlu banyak cakap karena penonton sudah bisa melihatnya melalui gambar. Ini yang terkadang sering dilupakan acara-acara di TV lokal. Misalnya acara menikmati sate padang di salah satu sudut kota Semarang. Host-nya kebanyakan ngomong. Sehingga justru inti dari rasa dan keunikan makanan di acara itu tidak tampak. Untuk acara yang dilakukan di dalam studio dekorasi ruangan, lighting, dan busana host seharusnya bisa diperbaiki. Tak perlu menggunakan kemewahan. Bisa saja sederhana dan simple namun tetap menarik, cocok dan enggak asal-asalan. Untuk bisa tampil oke memang perlu SDM yang mumpuni. Dan itu bisa ditingkatkan, belajar dan terus belajar serta peka menangkap aspek-aspek lokalitas masyarakat sekitar…
Nah, itu tuh..analisa saya sebagai orang awam alias jeritan konsumen TV lokal Semarang……..wakakakakaka
Posted in Opinion

23 Comments »

  1. Hahaha… hahaha… bisa aja, nih! Kecele aku… awalnya cerita nunggu beduk maghrib gak taunya malah mengkritik hihihi. Kereen! Eh, met buka aja yaa :)
    Comment by si eneng — September 19, 2007 @ 10:07 am
  2. emang semarang udah ada Tipi Lokal to sen????
    :P
    Comment by sofianblue — September 19, 2007 @ 11:29 am
  3. setel program solat aja mbak di laptop atau komputer kantor nya spt : shollu..biar klo adzan pada tau..
    Comment by andi bagus — September 19, 2007 @ 1:34 pm
  4. Ehm… dowo banget tulisaneeee…
    Tak moco sik yo, Nduk… :P
    Comment by Tiwul — September 19, 2007 @ 2:26 pm
  5. Jadi ingat … sekitar 3 minggu yang lalu saya ketemu beberapa rekan dari TV lokal di Indonesia yang dikirim untuk ikut short course di Hilversum (Belanda) selama 1 minggu.
    Dari hasil obrolan dengan teman2 mereka saya menangkap kalau banyak juga TV lokal yang tidak bermasalah dengan iklan (beberapa yang ketemu dengan saya dari Batam TV, Bandung TV, Jogja TV, MQ, dan … lupa :D ).
    Lalu yang jadi pertanyaan adalah kenapa ada beberapa TV lokal lain yang mengalami kendala dalam hal iklan? Karena network yang sempit kah? Atau ada masalah lain?
    Comment by deKing — September 19, 2007 @ 2:50 pm
  6. jadi penasaran soal tivi lokal Nja. soalnya, aku hanya sempet menikmati TVRI sebagai tv lokal sebelum booming TV2 swasta nasional. dan, memang, TVRI jadi kalah jauh banget sama TV2 yang belakangan muncul. TV2 lokal belakangan ini, bahkan JakTV aja aku nggak pernah tau bentuk tayangannya seperti apa. postinganmu bikin aku penasaran. :D
    met puasa Nja.
    Comment by fitri mohan — September 19, 2007 @ 5:16 pm
  7. kan ada jogja TV, bali TV dll nah, saya bangga tuh nja sebagai bocah metro, ada Metro TV :D
    Comment by nico — September 20, 2007 @ 12:13 am
  8. dowo men postingane, khas wartawan sporty hehehe….nice post nja, aku betah bacanya :)
    Comment by Tia — September 20, 2007 @ 2:21 am
  9. hohoho, JTV emang lucu mas… ga cuman berita2nya, tp ada telenovela yg di dubbing ke boso jowo. Jadinya lucuuuu banget :P
    Comment by mitra w — September 20, 2007 @ 2:50 am
  10. angkat Senja jadi pengamat perTELEVISIan!!!
    VOTE!!! VOTE !!!
    Comment by paririan — September 20, 2007 @ 3:52 am
  11. panjang banget.. komeng dulu baru baca.. hewhewhew…
    Comment by Anang — September 20, 2007 @ 4:58 am
  12. Siap2 sampeyan bentar lagi dibajak jadi produser tv lokal :D
    Comment by Hedi — September 20, 2007 @ 7:52 am
  13. Waduh.. TV junkies merangkap kritikus nih.. sedap :P
    Comment by indah — September 20, 2007 @ 1:29 pm
  14. Justru TV lokal di Bulan Ramadhan ini yang paling diminati, karena adzan Maghribnya itu. Masa mau ikutan buka puasa pake adzan Maghrib TV Jakarta…
    Thanks ya dah mampir ke blog-ku.
    Comment by Mufti AM — September 20, 2007 @ 1:29 pm
  15. masih sambil tertawa terbahak-bahak. wakaka..peace mbak senja. :D
    Comment by nico — September 20, 2007 @ 3:07 pm
  16. Dulu pas aku masih punya N-Gage klasik, orang satu lantai pada nunggu Adzan diradio HP ku. Berhubung sekarang HP ituudah almarhum, jadi sekarang patokannya pake software adzan shollu. Makasih……….
    Comment by adi-wiyono — September 20, 2007 @ 10:28 pm
  17. Aku juga suka nonton berita lokal Suroboyo:
    Polisi njlentrekke, awan mau enek wong tuwek mbambung matek kecemplung sumur
    Lumayan buat belajar bahasa Jawa lokal. :p
    Eh, sekalian lapor, Nduk:
    Di Adzan Maghrib salah satu tipi Surabaya ada iklan r*yc* penyedap masakan dan teh celup 54riw4ngi.
    Gimana tuh?
    Comment by Dew — September 21, 2007 @ 2:10 pm
  18. eh…yang kayak Koper dan Ransel tuh sebelumnya aku pernah liat di Metro TV, lupa nama acaranya apa, yg jelas sebelum Oprah Winfrey. Buatan TV luar memang. Yg idiom kopernya cowok, yg ransel cewek..trus jalan2nya sama makan dan segala akomodasinya ditunjukin harganya. Jadi idenya kayaknya dari situ.
    Comment by endang — September 22, 2007 @ 12:44 am
  19. Ulasan tentang kondisi pertelevisian lokal yang memukau mba. Saya rasa benar, apa yang mba senja rasakan juga saya rasakan. Berbicara kualitas, tentunya berbanding lurus dengan pendukungnya sendiri. Saya setuju dengan pendapat mba senja, SDM bisa jadi hal krusial yang paling mungkin untuk diperbaiki demi peningkatan kualitas Pertelevisian Lokal. Artikel yang memikat mba… sukses selalu.
    Comment by undercover — September 22, 2007 @ 9:25 am
  20. Wuhuyy, keren ulasannya. Jeritan hati gadis lokal. :)
    @Mitra W: Telenopela apa yang di dubbing boso jowo? Astaga! Ada?
    Comment by arifkurniawan as bangaiptop — September 22, 2007 @ 10:28 am
  21. Kurang panjang nja postingnya.^_^
    @arifkurniawan as bangaiptop said "Wuhuyy, keren ulasannya. Jeritan hati gadis lokal.
    @Mitra W: Telenopela apa yang di dubbing boso jowo? Astaga! Ada?"
    Comment by tita^_^ — September 23, 2007 @ 2:54 am
  22. @arifkurniawan as bangaiptop : film" berbahasa inggris didub ke boso jowo suroboyoan.
    Comment by tita^_^ — September 23, 2007 @ 2:57 am
  23. mantap se-x sekali pengamatanmu jeng. saya berani taruhan nyawa ayam kalau senja itu lebih menarik pengatamannya dari mas Imam yang ahli komunikasi UI itu..alasanku ya, karena senja lebih proximity dibanding dia meski dari UI sekalipun… :)
    Comment by Kurt — September 28, 2007 @ 1:27 pm


www.tribun-timur.com
Harian Tribun Timur, Makassar (Sulawesi Selatan, Indonesia)


Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.

Tidak ada komentar: