Jumat, 14 Maret 2008

Siapa Pemilik SCTV, artikel tahun 2006

sumber: http://kancutmerah.wordpress.com/2006/11/28/sctv-satu-untuk-dijual/


SCTV, satu untuk dijual

November 28, 2006 · 2 Comments

Hembusan angin itu datang dari bilangan Gatot Subroto.

Stasiun televisi Surya Citra Televisi (SCTV) yang mengusung bendera PT Surya Citra Media Tbk milik keluarga Sariaatmadja ini dikabarkan sedang melakukan due diligence dengan Star TV. "SCTV positif dibeli Star TV. Sekarang tengah proses due dilligence," ujar seorang narasumber.

Sebelum muncul nama Star TV di SCTV, kelompok Bakrie sempat dikabarkan melirik saham stasiun televisi yang mengusung tagline 'Satu Untuk Semua' ini (Baca KONTAN No. 43, Tahun X, 31 Juli 2006). Menengok sejenak ke belakang, spekulasi ini berawal dari pengalihan saham di antara pemilik SCTV yang terjadi setahun silam. Sekadar mengingatkan, pada Juli 2005, PT Citabumi Sacna menjual 473 juta unit saham Surya Citra Media ke PT Abhimata Mediatama.

Sebelum penjualan itu terjadi, Abhimata memang sudah tercatat sebagai pemilik SCTV. Di lantai bursa, penjualan saham berinisial SCMA itu disebut-sebut sebagai puncak perselisihan antara pengusaha Henry Pribadi, yang mengendalikan Citabumi, dengan keluarga Sariaatmadja, yang memiliki Abhimata. Lantaran perselisihan sudah diujung tanduk, Henry meminta keluarga tersebut membeli habis saham SCTV yang dimilikinya. Keluarga Sariaatmadja yang kebetulan sudah tak tahan duduk satu meja lagi dengan Henry, meluluskan permintaan Henry.

Namun, berhubung transaksi pembelian itu setengah terpaksa, keluarga Sariaatmadja bisa dibilang keteteran. Ditambah lagu, perusahaan ini berencana untuk memusatkan keempat gedung operasional yang tersebar di sudut-sudut Jakarta di ruang perkantoran Senayan City. Konon, SCTV bakal menyewa ruang perkantoran di Senayan City seluas 17.983 m2. Lahan yang tak kecil ini diperkirakan menyedot kantong perusahaan sebesar Rp 208 miliar dan pembayarannya akan dicicil selama lima tahun. Di gedung ini SCTV akan menyewa selama 35 tahun, plus opsi perpanjangan sewa selama 15 tahun.

Nah, ujung-ujungnya, pertengahan Juli 2005 lalu mereka dikabarkan berniat menjual lagi saham yang semula dibeli dari Henry. Nah, kelompok usaha Bakrie inilah yang kemudian disebut-sebut sebagai salah satu calon pembeli yang didekati keluarga Sariaatmadja. Saat itu, Fofo Sariaatmadja, mewakili keluarga Sariatmadja, enggan menanggapi selentingan tersebut. "Saya tidak bisa mengomentari apa-apa karena SCTV merupakan perusahaan publik," kilahnya.

Spekulasi tidak berhenti sampai disini. Calon pembeli lain yang rupanya meminati saham SCMA adalah Rupert Murdoch si empunya Star TV. Di Indonesia, Star TV sudah lebih dulu menggandeng Cakrawala Andalas Televisi (stasiun televisi ANTV), setahun silam. Investasi Murdoch di ANTV memang 'hanya' 20% saja. Bahkan, menurut versi majalah Newsweek, harga saham ANTV yang diborong oleh Murdoch tak lebih dari US$20 juta. Meski tak begitu besar, namun menggandeng ANTV artinya menambah panjang daftar kepemilikan Murdoch di bisnis media.

Selentingan tentang masuknya Star TV ke SCTV sampai juga di telinga Anindya Bakrie, Presiden Direktur ANTV sekaligus Presiden Direktur Bakrie Telecom. Sayangnya, anak sulung Aburizal Bakrie ini enggan berkomentar dan menepis kabar tersebut. "Itu hanya rumor," tandasnya. Menurut Anin, Star TV kini justru tengah memantapkan ANTV untuk melenggang di jagad pertelevisian di Indonesia.

Menurut film dokumenter Outfoxed: Rupert Murdoch's War on Journalism, garapan Robert Greenwald, setidaknya saat ini Murdoch sudah merangkul 300 saluran televisi, puluhan perusahaan film, dan jaringan bioskop. Selain itu, ia memegang dua konglomerasi media besar dunia News Corporation dan Fox News, plus tiga penerbit buku HarperCollins, ReagenBooks, dan Zondervan Christian Publisher.

Bila proses due diligence Star TV dengan Star TV berlangsung mulus, maka hal ini menguatkan dugaan pasar bahwa langkah Murdoch tak akan berhenti sampai ANTV saja. Setahun lalu, Star TV sudah melirik TV7 dan Lativi. Namun, setelah TV7 diboyong oleh Para Group dan Lativi diangkut oleh ANTV, kini giliran SCTV yang disodok oleh Star TV. "Kami single, kok!" kilah Fofo. Sayangnya, Star TV yang dihubungi KONTAN tak bergeming mengenai hal ini. 

Dari pembicaraan dalam proses due dilligence itu, berapa besar saham yang dibeli Murdoch? Angka ini belum mencuat ke permukaan. Namun, menurut pasal yang tertera di Undang-Undang Penyiaran, batas maksimal kepemilikan saham asing di bisnis penyiaran hanyalah sebesar 20% saja. Nah, jika benar keluarga Sariaatmadja memindahtangankan sebagian sahamnya pada Star TV, sudah bisa dipastikan besaran angkanya tidak lebih dari 20%. Sama halnya dengan Anin yang melego saham ANTV sebesar 20%.  "Kabar tersebut salah, tidak ada transaksi apapun di SCTV," tegas Fofo.

Saat ini, harga per lembar saham SCMA Rp 800. Lantaran di lantai bursa saham milik SCTV ini hanya bersanding dengan Indosiar saja, maka nyaris tak ada analis yang merekomendasikan saham-saham media ini. "Keduanya tidak terlalu likuid. Kalau sudah mengendala seperti ini, bila saya merekomendasikan untuk membeli saham media, dan nanti tidak bisa dijual, bagaimana dong!" papar Prayoga Ahmadi Yuwono, analis Henan Putihrai Sekuritas.

Berapapun saham yang diborong oleh Murdoch, sesungguhnya wajar bila SCTV menjadi incaran konglomerat. Saat ini, kapitalisasi pasar SCTV mencapai Rp 1,515 triliun dengan total aset Rp 1,8 triliun. Sebelum dikangkangi oleh Sariaatmaja dengan kepemilikan sahamnya sebesar 78,69%, SCTV didirikan, dikuasai bahkan dikelola oleh taipan-taipan yang tak jauh dari keluarga Cendana. Misalnya, Sudwikatmono, Peter Gontha, Henry Pribadi, Halimah Bambang Triatmodjo, dan Azis Mochtar.

Bisnis keluarga ini teknologi informasi. Mulanya, mereka masuk SCTV melalui PT Abhimata Mediatama pada 2002. Belakangan mereka tampil sebagai pemilik mayoritas PT Surya Citra Media Tbk, induk perusahaan SCTV, setelah membeli sisa saham PT Citrabumi Sacna milik Henry Pribadi dan PT Indika Multimedia kepunyaan Agus Lasmono, anak Sudwikatmono.

Kelompok bisnis Sariaatmadja tidak kecil, lo. Di samping menguasai PT Abhimata Mediatama, ia juga memiliki beberapa perusahaan yang masih berafiliasi dengan grup ini antara lain PT Abhimata Citra Abadi, PT Abhimata Persada, PT Bitnet Komunikasindo, dan PT Elang Mahkota Teknologi. Semua perusahaan besar itu dikonsolidasikan dalam Grup Elang Mahkota Teknologi yang pada era '80-an memegang lisensi tunggal komputer merek Compaq di Indonesia. Konon, kelompok usaha ini memasok kebutuhan komputer dan teknologi informasi di sejumlah departemen pada masa pemerintahan Soeharto.

Sepak terjang Sariaatmadja sesungguhnya tak lepas dari dukungan modal Singleton Group dari Australia. Singleton Group Limited adalah hasil metamorfosis dari John Singleton Advertising Limited (JSA) pada 1996. John Singleton sendiri, konon, adalah teman kuliah Sariaatmadja di Australia. Lini bisnis perusahaan ini cukup luas, mulai dari jaringan radio, televisi, kehumasan, periklanan, hingga bantuan operasi bisnis dan manajemen keuangan media.

Masuknya (lagi) Murdoch ke Indonesia menandai makin terbukanya jagad pertelevisian yang mampu menebalkan kantong si investor. Menurut Nielsen Media Research, televisi mengeruk sekitar Rp 16 triliun, atau sekitar 70 % dari total belanja iklan yang mencapai Rp 23 triliun pada 2005. Tentu saja, angka ini mengisyaratkan bahwa peta kepemilikan televisi di Indonesia berubah dengan sangat cepat.

Nah, setelah ANTV dan SCTV, siapa lagi yang mau masuk ke bisnis ini? Kita tunggu saja.


--
Tribun Timur,
Surat Kabar Terbesar di Makassar
www.tribun-timur.com

Tidak ada komentar: